Market Story - Pasar Sabtu Lintau
Halo sobat blogger, kali ini saya akan berbagi informasi
yang saya beri tema Market Story. Saya coba mengulas berbagai pasar yang ada di
sekitar kita, baik yang tradisional, modern, besar, kecil, harian maupun
mingguan. Pagi sabtu saya berkunjung ke sebuah pasar yang bernama Balai Sabtu
di Ranah Batu Lintau.
Pasar ini merupakan sebuah pasar kecil yang bersifat
mingguan, sesuai dengan namanya, ya sabtu saja. Pasar ini berbeda dengan pasar
pada umumnya yang berlokasi di jalan raya. Pasar ini justru berada di sebuah
jalan kampung, luasnya pun hanya berkisar 300 m². Pasar sabtu adalah pasar
heterogen yang menjual berbagai jenis kebutuhan. Dalam satu jenis barang yang
diperdagangkan, hanya ada satu atau dua pedagang. Contohnya pedagang kain hanya
ada satu orang, pedagang kelontong hanya dua orang dan pedagang ikan asin hanya
ada tiga orang.
![]() |
Ibu Eti dan anaknya, pedagang kelontong |
![]() |
Kondisi dalam Pasar Sabtu |
![]() |
Pedagang rokok daun |
![]() |
Pembeli ikan asin |
![]() |
Pedagang ikan asin dan lain-lain |
Keberagaman pasar sabtu menjadi salah satu keunikan
tersendiri, pembeli bisa memilih banyak barang dalam satu pasar yang kecil.
Saya membeli satu ekor ayam kampung berukuran sedang dengan harga penawaran
25.000 rupiah yang akhirnya saya tawar dan saya mendapatkan harga 23.000
rupiah, sedangkan di tempat lain saya baru bisa mendapatkan ayam kampung ukuran
sedang dengan harga 25.000 – 30.000 rupiah.
Sejauh pengetahuan saya dan informasi dari berbagai sumber,
pasar sabtu merupakan pasar yang sangat besar dan sangat berjaya di masa nya.
Lantas apa yang menjadikan pasar yang sempat dicap sebagai pasar terbesar ini
semakin ditinggalkan?
Kita kembali ke tahun 1958, pasar ini merupakan pasar besar
khusus hari sabtu di Lintau. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Pak Jamain, S.Pd, sejarawan di daerah ini saya mendapatkan beberapa keterangan. Tak seperti sekarang, dahulu pasar ini memiliki
pangsa pasar yang besar. Kejadian yang tidak diduga membuat pasar ini mati
selama beberapa tahun. Sobat blogger
mungkin pernah belajar sejarah dan tahu tentang PRRI (Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia). Pusat PRRI pada waktu itu ada di Sumatera Barat dengan
pimpinan tertinggi bernama Ahmad Husein. Daerah para pemimpin-pemimpin PRRI
salah satunya adalah Lintau. Pemerintah Indonesia menyerang PRRI lewat udara
pada hari sabtu, karena waktu itu GPS belum ada, jadi mereka tidak bisa
menentukan titik-titik potensial untuk menyerang. Para pilot melihat keramaian
di pasar sabtu dan membom tempat tersebut. Sejak saat itu pasar terbesar di
Lintau ini mulai suram. Memang masih terlihat geliat transaksi tetapi itu pun
tidak berlangsung lama, hanya sampai tahun 90-an.
Di hari sabtu itu juga saya berbincang dengan salah satu
pedagang kelontong bernama Ibu Eti, Ibu Eti sudah berdagang selama puluhan
tahun di pasar sabtu. Biasanya dia selalu berpindah-pindah sesuai dengan hari
pasar yang ada di Lintau ini. Selasa, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu adalah
hari-hari pasar di Kecamatan ini. Pada hari-hari tadi Ibu Eti berdagang,
berangkat dari rumahnya pada pagi hari dengan mobil sewaan. Ibu Eti merasakan
perbedaan yang sangat signifikan antara pasar sabtu dengan yang lainnya. Omzet
Ibu Ety sendiri berkisar antara 600.000 – 700.000 rupiah di Pasar Sabtu,
berbeda dengan pasar lain dimana ia bisa mendapatkan omzet sampai dengan
5.000.000 rupiah. Pasar ini semakin ditinggalkan konsumen, bahkan sebagian
warga tidak tahu kalau ada pasar disana. Sungguh tragis bagi sebuah pasar yang
merupakan pasar terbesar dalam sejarah.
Lantas siapakah yang bisa mengembalikan kejayaan tersebut?
Tentu saja orang-orang yang berteman dengan sejarah.
Terima Kasih
*semua gambar diambil menggunakan Kamera Mini DV
*semua gambar diambil menggunakan Kamera Mini DV
Market Story - Pasar Sabtu Lintau
Reviewed by Blog Adiya Hizaki
on
September 29, 2013
Rating: 5
